Tuesday, April 12, 2011

Menyerang Qiyadah Melumpuhkan Dakwah

.oleh Pertubuhan IKRAM Malaysia pada pada 12hb April 2011 pukul 8.39 ptg.
http://fikrah-dakwah.blogspot.com/

Author: Fikrah dan Dakwah | Posted at: 9:25 PM |



Muhammad Abdullah Al Khatib



Wahai Ikhwan, karena dakwah kamu semua merupakan kekuatan besar melawan kezaliman, maka wajar kalau kamu mengerahkan segala senjata dan kemampuan untuk menghadapi dakwah kamu semua, bahkan tidak ada jalan lain kecuali mereka memanfaatkan senjata dan kemampuan untuk memerangi musuh dan membentengi dakwah kalian.



Cara paling berbahaya yang digunakan oleh musuh yang licik adalah usaha menimbulkan pergeseran dalaman di dalam dakwah, sehingga mereka dapat memenangkan pertarungan karena kekuatan dakwah menjadi lemah akibat berpecah-belah. Sesuatu yang paling efektif dalam menimbulkan pergeseran dalaman dalam dakwah adalah hilangnya tsiqah antara ahli dan pimpinan. Sebab bila ahli sudah tidak memiliki sikap tsiqah pada pimpinannnya, maka makna ketaatan akan segera hilang dari jiwa mereka. Bila ketaatan sudah hilang, maka tidak mungkin ada kepemimpinan dan karenanya pula tidak mungkin jamaah dapat wujud.



Oleh karena itulah, maka Imam Asy-Syahid menekankan rukun tsiqah dalam Risalah At-Ta’alim dan menjadikannya sebagai salah satu rukun bai’at. Imam Asy-Syahid juga menjelaskan kepentingan rukun ini dalam menjaga solidariti dan kesatuan jamaah, ia mengatakan: “…Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan.



Kadar tsiqah – yang timbal balik – antara pimpinan dan yang dipimpin menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai halangan dan kesulitan. “Ta’at dan mengucapkan perkataan yang baik adalah lebih baik bagi mereka” (QS 47:21). Dan tsiqah terhadap pimpinan merupakan segala-galanya bagi keberhasilan dakwah.”





Kita tidak mensyaratkan bahwa yang berhak mendapat tsiqah kita adalah pemimpin yang sebagai orang yang paling kuat, paling bertakwa, paling mengerti, dan paling fasih dalam berbicara. Syarat seperti ini sangat sulit dipenuhi, bahkan hampir tidak terpenuhi sepeninggal Rasulullah saw. Cukuplah seorang pemimpin itu, seseorang yang dianggap mampu oleh saudara-saudaranya untuk memikul amanah (kepemimpinan) yang berat ini. Kemudian apabila ada seorang ikhwah yang merasa bahwa dirinya atau mengetahui orang lain memiliki kemampuan dan bakat yang tidak dimiliki oleh pimpinannya, maka hendaklah ia mendermakan kemampuan dan bakat tersebut untuk dipergunakan oleh pimpinan, agar dapat membantu tugas-tugas kepemimpinannya bukan menjadi pesaing bagi pimpinan dan jamaahnya.



Saudaraku, mungkin anda masih ingat dialog yang terjadi antara Abu Bakar ra dan Umar ra sepeninggal Rasulullah saw. Umar berkata kepada Abu Bakar, ‘Ulurkanlah tanganmu, aku akan membai’atmu.’ Abu Bakar berkata, ‘Akulah yang membai’atmu.’Umar berkata, ‘Kamu lebih utama dariku.’ Abu Bakar berkata, ‘Kamu lebih kuat dariku.’



Setelah itu Umar ra berkata, ‘Kekuatanku kupersembahkan untukmu karena keutamaanmu.’ Umar pun terbukti benar-benar menjadikan kekuatannya sebagai pendukung Abu Bakar sebagai khalifah.

Tatkala seseorang bertanya kepada Imam Asy-Syahid, ‘Bagaimana bila suatu kondisi menghalangi kebersamaan anda dengan kami? Menurut anda siapakah orang yang akan kami angkat sebagai pemimpin kami?’

Imam Asy-Syahid menjawab, ‘Wahai ikhwan, angkatlah menjadi pemimpin orang yang paling lemah di antara kamu. Kemudian dengarlah dan taatilah dia. Dengan (bantuan) kamu semua, ia akan menjadi orang yang paling kuat di antara kalian.’



‘Wahai Ikhwan, mungkin anda masih ingat perselisihan yang terjadi antara Abu Bakar dan Umar dalam menyikapi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Sebagian besar sahabat berpendapat seperti pendapat Umar, yaitu tidak memerangi mereka. Meski demikian tatkala Umar mengetahui bahwa Abu Bakar bersikap keras untuk memerangi mereka, maka ia mengucapkan kata-katanya yang terkenal, yang menggambarkan ketsiqahan Umar yang sempurna, ‘Demi Allah, tiada lain yang aku pahami kecuali bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku tahu bahwa dialah yang benar.’



Andai Umar ra tidak memiliki ketsiqahan dan ketaatan yang sempurna, maka jiwanya akan dapat memperdayakannya, bahwa dialah pihak yang benar, apalagi ia telah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Allah swt telah menjadikan al haq (kebenaran) pada lisan dan hati Umar.’ Alangkah perlunya kita pada sikap seperti Umar ra tersebut, saat terjadi perbezaan pendapat di antara kita, terutama untuk ukuran model kita yang tidak mendengar Rasululiah saw memberikan cadangn kepada salah seorang di antara kita, bahwa kebenaran itu pada lisan atau hatinya.



Mengingat sangat pentingnya ketsiqahan terhadap fikrah dan ketetapan pimpinan, maka musuh-musuh Islam berusaha sekuat tenaga untuk menimbulkan keragu-raguan pada Islam, jamaah, manhaj jamaah, dan pimpinannya. Betapa banyak serangan yang dilancarkan untuk melaksanakan misi tersebut.



Oleh karena itu, seorang akh jangan sampai terpengaruh oleh serangan-serangan tersebut. Ia harus yakin bahwa agamanya adalah agama yang haq yang diterima Allah swt. Ia harus yakin bahwa Islam adalah manhaj yang sempurna bagi seluruh urusan dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Ia harus tetap tsiqah bahwa jamaahnya berada di jalan yang benar dan selalu memperhatikan Al Quran dan Sunah dalam setiap langkah dan sarananya. Ia harus tetap tsiqah bahwa pimpinannya selalu bercermin pada langkah Rasulullah saw serta para sahabatnya dan selalu tunduk kepada syariat Allah dalam menangani persoalan yang muncul saat beraktivitas serta selalu memperhatikan kemaslahatan dakwah.



Kami mengingatkan, bahwa terkadang sebagian surat kabar atau media massa lainnya mengutip pembicaraan atau pendapat yang dilakukan pada pimpinan jamaah, dengan tujuan untuk menimbulkan keragu-raguan, menggoncangkan kepercayaan, dan menciptakan ketidakstabilan di dalam tubuh jamaah. Oleh karena itu, seorang akh muslim tidak diperbolehkan menyimpulkan suatu hukum berdasarkan apa yang dibaca dalam media massa, tidak boleh melunturkan tsiqahnya, dan tidak boleh menyebarkannya atas dasar pembenaran. Ia harus melakukan tabayyun (semakan) terlebih dahulu.



Allah swt menegur segolongan orang yang melakukan kesalahan dengan firman-Nya, “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka serta merta menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja di antaramu.” (QS 4:83).



*Dikutip dari Kitab Nadzharat Fii Risalah at-Ta’alim (Bab Ats-Tsiqah) terbitan Asy-Syaamil.



Artikel asal di: http://www.al-ikhwan.net/



.

No comments:

Sebab-Akibat

Sebab-akibat antara elemen penting dalam ilmu sejarah. Pemikiran sebab-akibat ini penting bagi mengelakkan kita membuat ramalan dan andaian ...